Menteri Agraria Tak Mampu Bekerja Harus Diganti
Jakarta - KP Norman Hadinegoro, Ketua Umum Persatuan Rakyat Nusantara (Pernusa) menyatakan bahwa kusutnya sengketa lahan tanah di Indonesia memang sudah merupakan kolaborasi BPN dengan kelompok mafia tanah.
"Berkolaborasi dengan oknum kekuasaan di Kementrian Agraria sampai ke BPN daerah, mereka bermain mata dengan oknum pejabat akta tanah, oknum pengadilan dan penguasa setempat, mulai dari Kepala Desa, Camat dan oknum pejabat yang lebih tinggi serta preman yang dibayar untuk menakuti dan mencaplok tanah rakyat." Ujar KP Norman yang juga adalah Dewan Pembina Perkumpulan Barisan Pencinta Pancasila (SANTALA).
"Setahu saya kerja Menteri Agraria belum ada satupun yang mempunyai solusi menerobos lingkaran setan sengketa tanah yang dilakukan oleh kelompok mafia tanah." lanjut Kanjeng Norman dengan tegas.
"Pada era Orde Baru begitu mudahnya oknum-oknum menguasai lahan sampai ratusan ribuan hektar di seluruh Indonesia. Mereka dengan mudahnya dan leluasa mendapatkan hak atas hutan, hak atas tambang, hak atas perkebunan, hak atas sumber alam, karena mereka punya kedekatan dengan penguasa dan keluarga penguasa
Orde Baru."
KP Norman menjelaskan panjang lebar bahwa untuk memberantas mafia tanah memang harus dimulai dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), karena BPN ini memiliki legalitas untuk menerbitkan hak kepemilikan tanah.
Pada era Orde Baru, diterbitkan hak tanah berupa HGU, HGB, memang harus ditinjau ulang cara perolehannya.
Apakah perolehannya dari Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dengan melakukan pencaplokan milik tanah bekas kesultanan, bekas tanah kerajaan, lahan berpenghuni, maupun tanah rakyat, tanah transmigrasi, yang digusur oleh usaha swasta Perkebunan karena sudah mengantongi HGU Keluaran BPN.
Sesungguhnya seluruh tanah di Indonesia adalah milik Negara yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Negara mengatur pemanfaatan tanah untuk kesejahteran rakyat sesuai Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 dan pasal 34. Ini sangat jelas.
KP Norman yang adalah relawan Jokowi militan semenjak tahun 2014 ini berpendapat bahwa lahan tanah yang sudah memiliki HGU, HGB harus ditinjau ulang jika masih bersengketa dengan rakyat, apalagi sudah habis masa berlakunya tidak perlu diperpanjang lagi dan harus diatur dengan sistim yang baru dan harus berani punya terobosan untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan perorangan atau perusahaan.
"Kalau mau jujur tanya pada rakyat atas kepemilikan tanah ribuan hektar milik siapa?
Tanya kepada rakyat Kalimantan, tanya kepada rakyat Sulawesi, tanya kepada rakyat Sumatera siapa pemilik tanah terbesar disitu, pasti rakyat akan menjawab menyebut nama-nama segelintir orang yang menguasai tanah-tabah tersebut." Demikian KP Norman menutup pembicaraan.
SANTALANews/AT