Ibukota Pindah?

Ibukota Pindah?

Diskusi publik dengan tema "Ibukota pindah?" yang diselenggarakan oleh Bamus Betawi pada Rabu, 25 September 2019, di Resto Kampung Kite, Jl. Kramat Sentiong, Jakarta Pusat, dengan 4 pembicara : Anggota DPRD DKI Jakarta, Haji Khotibi Achyar (Haji Beceng), Ketua Umum FBR, KH Lutfi Hakim, Staf senior KSP Bang Wandy Tuturoong (Binyo), dan Ketum KNPI, bang Aris.  Dengan Moderator : Ketua Umum BBM, Muhidin Muchtar.

Hasil diskusi disimpulkan bahwa :
1. Masyarakat Betawi menjadi termarjinalkan meskipun Ibukota Negara berada di Jakarta selama 74 tahun. 
Pemerintah tidak memberikan perhatian yg cukup bagi keberadaan masyarakat Betawi beserta seni budayanya. 
Pembangunan kota Jakarta tidak memberikan manfaat bagi masyarakat Betawi. Seolah masyarakat Betawi tergusur dari tanahnya sendiri.

2. Pindahnya ibukota ke Kalimantan berarti Jakarta "ditinggalkan". Ibarat suamistri yg bercerai, akankah sang istri yg telah ditinggalkan akan mendapatkan pembagian harta? Apa yg akan diperoleh "Tanah Betawi" setelah tidak lagi dijadikan Ibukota negara?

3. Bamus Betawi menginginkan setelah Ibukota Negara pindah, Jakarta akan dijadikan sebagai Kota Santri yg sejuk, damai dan sejahtera. 

4. Para tokoh masyarakat Betawi harus sering melakukan diskusi membahas apa-apa yg dibutuhkan dalam membangun masyarakat Betawi dengan melestarikan segala seni budaya dan adat Betawi yg kaya. Agar semua seni budaya dan adat Betawi nan indah tidak musnah. Hasil diskusi dipublikasikan dan disampaikan kepada pemerintah agar bisa dilaksanakan.

5. Generasi muda Betawi harus sekolah dan menimba ilmu setinggi-tingginya untuk bekal membangun masyarakat Betawi serta turut membangun bangsa dan negara. 

Semoga ke depan, setelah Ibukota dipindahkan, "Tanah Betawi" tercinta ini akan tumbuh menjadi Kota nan sejuk, nyaman, damai, makmur dan sejahtera bagi semua komponen masyarakat.

Catatan kecil : Andy Tirta